Selanjutnya setelah berkunjung dari Masjid Pathok Negoro Taqwa Wonokromo, desinasi selanjutnya adalah Masjid Pathok Negoro Kauman Dongkelan Yogyakarta. Berada di dusun Dukuh Kauman, Dusun Dongkelan, Desa Tirtonirmolo, Kec. Kasihan, Kab. Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Memang dari ke 5 masjid pathok negoro, masjid Dongkelan yang cukup lama dalam menemukannya. Mengingat hanya berbekal informasi dari internet dan lewat aplikasi Googlemaps, harus tanya beberapa kali untuk sampai ke tempat ini. Lokasi di aplikasi Googlemaps juga sempat membingungkan, tak sesuai dengan kondisi lapangan. Haha, mblusuk yo ra popolah.
Masjid Pathok Negoro Kauman Dongkelan Bantul |
Masjid Pathok Negoro Kauman Dongkelan Bantul (tulisan Jawa) |
Masjid Pathok Negoro Kauman Dongkelan Bantul (Logo Keraton Yogyakarta) |
Bagaimana agar bisa ke masjid ini?
Jika sobat dipastoria dari perempatan Dongkelan (cari di Googlemaps). Lurus ke barat sampai menjumpai perempatan pertama, di sebelah utara lampu merah ada toko Pujha, barat toko ini adalah bangunan Masjid Miniatur Baiturrahman Aceh. Belok kanan lurus ke arah dusun Keloran. Akan menjumpai pertigaan pertama (ada tugu tulisan Keloran).Setelah itu belok kanan ke arah timur, ada perempatan pertama (kecil) masih lurus saja sampai mentok jalan. Dari situ belok ke kiri sedikit nanti ada gapura juga warna putih. Masuk aja ke arah timur ikuti jalan itu, bangunan masjid ada di sebelah kanan, atau selatan jalan, timur makam warga.
Sejarah berdirinya Masjid Nurul Huda Kauman Dongkelan
Sejarah berdirinya Masjid Nurul Huda Kauman Dongkelan
Masjid Pathok Negoro Nurul Huda Dongkelan didirikan pada tahun 1775, bersamaan dengan dibangunnya serambi Masjid Gedhe Kauman. Pendirian masjid ini merupakan penghormatan terhadap Kyai Sayihabuddin atau Syeh Abuddin atas jasa-jasanya terhadap Sultan Hamengkubuwono I ketika berkonflik dengan Raden Mas Said atau Sri Mangkunegara yang berjuluk Pangeran Sambernyawa.
Pada saat Sultan Hamengkububowono I menduduki tahta kerajaan, beliau merasa terganggu dengan naik tahtanya Pangeran Sambernyawa dengan gelar KGPAA Mangkunegara I yang merupakan menantunya sendiri.
Sultan ingin mengalahkan menantunya tersebut tetapi tanpa merasa membunuhnya, maka Sultan Hamengkubuwono meminta bantuan Kyai Syihabudin dan menjanjikan posisi patih kepada Kyai Syihabuddin jika mampu mengalahkan Pangeran Sambernyawa.
Pada saat Sultan Hamengkububowono I menduduki tahta kerajaan, beliau merasa terganggu dengan naik tahtanya Pangeran Sambernyawa dengan gelar KGPAA Mangkunegara I yang merupakan menantunya sendiri.
Sultan ingin mengalahkan menantunya tersebut tetapi tanpa merasa membunuhnya, maka Sultan Hamengkubuwono meminta bantuan Kyai Syihabudin dan menjanjikan posisi patih kepada Kyai Syihabuddin jika mampu mengalahkan Pangeran Sambernyawa.
Kyai Syihabuddin mampu menyelesaikan konflik antara Sultan Hamengkubuwono I dan Pangeran Sambernyowo tanpa melukai pangeran Sambernyowo. Tetapi Sultan Hamengkubuwono I tidak bisa memenuhi janjinya untuk menjadikan Kyai Syihabuddin menjadi patih karena pada saat itu posisi tersebut telah ditempati Tumenggung Yudanegara.
Kemudian Kyai Syihabuddin diangkat menjadi penghulu keraton yang pertama, tetapi beliau menjabat tidak lama karena kecewa terhadap Sultan Hamengkubuwono I. Karena kekecawaanya tersebut Kyai Syihabuddin mendapat julukan Kyai Dongkol (dalam bahasa Indonesia: kecewa). Karena perubahan ucapan, nama Kyai Dongkol berubah menjadi Kyai Dongkel, kemudain tempat tinggal beliau disebut Dongkelan.
Dijelaskan oleh Muhammad Burhanudin, selaku Abdi Dalem Masjid Pathok Negoro Kauman Dongkelan, Kyai Syihabuddin adalah orang yang yang ahli fiqih, oleh karena itu oleh Sultan Hamengkubuwono I beliau diangkat menjadi pajabat Pathok Negoro.
“Karena diangkat menjadi pejabat Pathok Negoro, maka beliau dibuatkan masjid Pathok Negoro. Sebelumnya Kyai Syihabuddinn bertempat tinggal di timur sungai Winongo, tetapi sarat pembanngunan masjid Pathok Negara tidak boleh sejajar dengan keraton, maka beliau pindah ke barat sungai Winongo,” terang Burhanudin.
Pada saat itu masjid yang berada di wilyah Dongkelan Kauman, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul ini menyerupai bangunan masjid Gede Kauman. Terdapat kolam di halaman masjid, kuburan yang terletak di barat masjid, beduk, beserta perangkat pegawai yang bertugas mengurusi masjid.
Dijelaskan oleh Burhanudin, Masjid Pathok Negoro Dongkelan pernah dibakar habis oleh pihak Belanda semasa perang Diponegoro pada tahun 1825. “Pada saat itu yang tersisa hanya batu penyangga tiang masjid (umpak),” terang Burhanudin. Setelah dibakar, masjid tersebut dibangunn kemabali dengan sanagat sederhana. Atap masjid hanya terbuat dari ijuk dengan mustaka dari tanah liat.
Pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VII, masjid tersebut dibangun kembali pada tahun 1901. Bentuk bangunan masjid dibuat seperti semula. Kemudian pada tahun 1948 dilakukan pembangunan serambi masjid. (tribunjogja.com)
Bagaimana kondisi bangunan dan ruangannya?
Kemudian Kyai Syihabuddin diangkat menjadi penghulu keraton yang pertama, tetapi beliau menjabat tidak lama karena kecewa terhadap Sultan Hamengkubuwono I. Karena kekecawaanya tersebut Kyai Syihabuddin mendapat julukan Kyai Dongkol (dalam bahasa Indonesia: kecewa). Karena perubahan ucapan, nama Kyai Dongkol berubah menjadi Kyai Dongkel, kemudain tempat tinggal beliau disebut Dongkelan.
Dijelaskan oleh Muhammad Burhanudin, selaku Abdi Dalem Masjid Pathok Negoro Kauman Dongkelan, Kyai Syihabuddin adalah orang yang yang ahli fiqih, oleh karena itu oleh Sultan Hamengkubuwono I beliau diangkat menjadi pajabat Pathok Negoro.
“Karena diangkat menjadi pejabat Pathok Negoro, maka beliau dibuatkan masjid Pathok Negoro. Sebelumnya Kyai Syihabuddinn bertempat tinggal di timur sungai Winongo, tetapi sarat pembanngunan masjid Pathok Negara tidak boleh sejajar dengan keraton, maka beliau pindah ke barat sungai Winongo,” terang Burhanudin.
Pada saat itu masjid yang berada di wilyah Dongkelan Kauman, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul ini menyerupai bangunan masjid Gede Kauman. Terdapat kolam di halaman masjid, kuburan yang terletak di barat masjid, beduk, beserta perangkat pegawai yang bertugas mengurusi masjid.
Dijelaskan oleh Burhanudin, Masjid Pathok Negoro Dongkelan pernah dibakar habis oleh pihak Belanda semasa perang Diponegoro pada tahun 1825. “Pada saat itu yang tersisa hanya batu penyangga tiang masjid (umpak),” terang Burhanudin. Setelah dibakar, masjid tersebut dibangunn kemabali dengan sanagat sederhana. Atap masjid hanya terbuat dari ijuk dengan mustaka dari tanah liat.
Pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VII, masjid tersebut dibangun kembali pada tahun 1901. Bentuk bangunan masjid dibuat seperti semula. Kemudian pada tahun 1948 dilakukan pembangunan serambi masjid. (tribunjogja.com)
Bagaimana kondisi bangunan dan ruangannya?
Tempat Imam Masjid Pathok Negoro Kauman Dongkelan Bantul |
Pilar 4 (empat) tiang utama masjid |
Bangunan masjid ini lebih kecil dari masjid pathok negoro Taqwa Wonokromo. Beralaskan ubin khas keraton. Ada tiang penyangga di dalam masjid, 4 katu tiang peyangga yang sangat kokoh. Ada mimbar yang terletak di sebelah kanan tempat pengimaman. Kalau mau lihat makam dari KH. Munawwir juga terlihat lewat jendela dari masjid ini. Tempat wudhu juga standarlah, hampir sama dengan masjid-masjid yang lainnya. Ada juga alat komunikasi bedhug yang diletakkan di serambi berwarna cokelat itu. Sepertinya serambi masjid baru dipugar mengingat terlihat bangunan serambi seperti baru, dan sudah dikonfirmasi sama salah satu bapak di situ bahwa memang masjid pathok negoro Dongkelan mendapat apresiasi dari pemerintah Kota Jogjakarta. Mustoko masjid juga masih sama dengan masjid Gedhe Kauman, ya sepeti itulah #banyangkan sendiri.
Suasana di dalam ruangan dalam masjid |
Bedug masjid yang masih digunakan |
Serambi masjid baru saja dipugar |
Masjid Pathok Negoro Kauman Dongkelan tampak dari utara |