Selanjutnya setelah berkunjung dari Masjid Pathok Negoro Mlangi segera saya ke wilayah utara timur yakni Masjid Pathok Negoro Plosokuning di Jl. Plosokuning Raya Nomor 99, Desa Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman Yogyakarta. Letak masjid ini sekitar 9 km arah utara dari Kraton Yogyakarta.
Masjid Pathok Negoro Plosokuning Minomartani Sleman |
Jalan menuju masjid dari arah timur |
Bagaimana agar bisa ke masjid ini?
Jika sobat dipastoria dari jalan Kaliurang km 9, sebelum pertigaan lampu merah ada pertigaan, belok ke arah kanan lurus saja ikuti jalan raya ke arah timur.
Sejarah berdirinya Masjid Plosokuning
Lurus hingga menemukan tugu petunjuk jalan, cari arah Minomartani (belok kanan arah selatan), ikuti jalan itu nanti akan menemukan monumen patung Ikan Lele sangat besar. Segera ambil belok kiri, dah Masjid Pathok Negoro Plosokuning sudah terlihat di kiri jalan.
Sejarah berdirinya Masjid Plosokuning
Masjid Pathok Negoro Plosokuning didirikan semasa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono III yang 1812-1814. Beliau adalah ayahanda Pangeran Diponegoro, ketika Kyai Raden Mustafa (Hanafi I) menjadi Abdi Dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang berkedudukan di Plosokuning.
Nama Plosokuning sendiri diambil dari nama pohon Ploso yang mempunyai daun berwarna kuning. Dulu, letak pohon ini kira-kira 300 meter sebelah timur masjid, namun sekarang sudah tidak ada. Satu hal yang menarik dari desa ini. Hingga sekarang daerah di sekitar masjid, hanya ditempati oleh orang-orang yang masih memiliki garis keturunan dengan Kyai Mursodo. Daerah di sekitar masjid dikenal dengan sebutan daerah Mutihan yang mempunyai arti sebagai tempat tinggal orang-orang putih atau santri. Daerah di sekitar masjid yang disebut daerah Mutihan juga disebut sebagai daerah Ploso Kuning Jero, yang hanya ditempati oleh orang yang mempunyai ikatan darah dengan pendiri masjid. Sedangkan daerah yang agak jauh dari masjid disebut Ploso Kuning Jobo.
Sebagai salah satu masjid pathok Negoro, di masjid Plosokluning juga ditempatkan abdi dalem kemasjidan. Abdi dalem yang menjalankan tugas di masjid Plosokuning dengan fungsi masing masing sebagai Khotib, Muadzin, Jajar Jama'ah, Jajar Ulu-ulu (penghulu) dan Jajar Merbot. Kesemua fungsi tersebut di emban oleh andi dalem bergelar Raden.
Keaslian Masjid Pathok Negoro Plosokuning dapat terlihat pada bagian atap dimana di atasnya terdapat mahkota gada bersulur yang terbuat dari tanah liat yang sampai sekarang masih terpasang di puncak atap masjid. Dulu, penutup atap masjid menggunakan sirap namun atap sirap ini kemudian diganti dengan genteng pada tahun 1946.
Pada bagian lantai masjid dahulu diplester biasa dengan menggunakan semen merah, kemudian pada tahun 1976 lantai masjid ini diganti dengan tegel biasa. Begitu juga dengan daun pintu dan temboknya dilakukan penggantian pada tahun 1984. Dulu tembok dinding masjid setebal 2 batu, namun karena terkikis terus menerus sekarang tinggal 1 batu. Dahulu pintu masjid hanya ada satu dan sangat rendah yang menyebabkan ruang masjid menjadi gelap. Pintu yang rendah ini dimaksudkan agar setiap orang yang masuk masjid hendaknya menunduk dan menunjukkan rasa tatakrama serta sopan santun terhadap masjid. Keadaan demikian menyebabkan ruangan di dalam masjid menjadi gelap, sehingga pada tahun 1984 ditambah pintu masuk masjid menjadi 3 bagian serta ditambah jendela di ruang dalam masjid.
Semua penambahan dan perbaikan bangunan pada masjid, terlebih dahulu dimintakan persetujuan dari Sinuhun Kanjeng yang berada di kraton, baik mengenai bentuk dan modelnya. Beberapa tahun terakhir, takmir masjid mengadakan perbaikan dan penambahan ruang yang ada di samping kanan dan kiri masjid. Hal ini bertujuan agar kegiatan pengajian dan tadarus dapat berlangsung nyaman sekaligus untuk menambah shaf putri. Pada ruang dalam masjid terdapat tiang-tiang yang berfungsi sebagai penahan konstruksi atap. Semua tiang penyangga ini sebagian besar masih asli dan terbuat dari kayu jati.
Tahun 2000 Masjid Plosokuning mengalami renovasi pada 4 tiang utama dan beberapa elemen lainnya. Pada tahun 2001, masjid ini kembali mengalami renovasi pada bagian serambi dan tempat wudhu. Renovasi ini dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi DIY. Pada tahun tersebut masyarakat secara swadaya juga mengganti lantai tegel masjid dengan keramik, memasang konblok di halaman serta mendirikan menara pengeras suara. (http://bujangmasjid.blogspot.co.id)
Bagaimana kondisi bangunan dan ruangannya?
Ketika pertama kali mau memasuki area masjid akan melewati gapura besar tegak menantang,berwarna putih. Kemudian depan serambi masjid di kelilingi oleh kolam, pas saya lihat ada ikannya juga warna-warni. Ada kejadian yang unik waktu itu, karena ada tikar yang sedang dicuci sore itu. Uniknya tikar hanya langsung di taruh saja di kolam itu. Seperti hanya dibiarkan saja gitu, padahal kalau ditempat kampungku kalau mau mencuci tikar ya harus di sungai, dicuci pakai detergen biar harum. Saya sempat kaget juga, kok lucunya. Hahaha :)
Tikar yang sedang dicuci |
Pintu gerbang masjid |
Bedug |
Kentongan |
Masjid Pathok Negoro Plosokuning merupakan salah satu dari lima masjid Pathok Negara Kesultanan Ngayokyakarta Hadiningrat. Didirikan di atas tanah kasultanan seluas 2.500 m2. Bangunan masjid pada saat didirikan seluas 288 m2 dan setelah pengembangan menjadi 328 m2. Diantara kelima masjid Pathok Negoro milik Kraton Yogyakarta, Masjid Pathok Negoro di Plosokuning adalah bangunan yang paling terjaga kelestariannya.
Masjid Pathok Negoro didirikan setelah pembangunan masjid Agung Yogyakarta, sehingga bentuk masjid tersebut meniru masjid Agung sebagai salah satu usaha legitimasi masjid milik Kasultanan Yogyakarta. Persamaan ini juga didukung oleh beberapa komponen yang ada di dalamnya seperti mihrob, kentongan dan beduk.
Masjid Pathok Negoro mempunyai ciri beratap tajuk dengan tumpang dua. Mahkota masjid juga mempunyai kesamaan yakni terbuat dari tanah liat dan atap masjid terbuat dari sirap. Perbedaan jumlah tumpang menandakan bahwa masjid pathok negoro lebih rendah kedudukannya dibandingkan dengan masjid Agung Yogyakarta yang mempunyai atap tajuk bertumpang tiga. Ciri-ciri lain dari kekhasan masjid Pathok Negoro ini adalah pada masing-masing masjid terdapat kolam keliling, pohon sawo kecik dan terdapat mimbar yang ada di dalam masjid.
Masjid Pathok Negoro didirikan setelah pembangunan masjid Agung Yogyakarta, sehingga bentuk masjid tersebut meniru masjid Agung sebagai salah satu usaha legitimasi masjid milik Kasultanan Yogyakarta. Persamaan ini juga didukung oleh beberapa komponen yang ada di dalamnya seperti mihrob, kentongan dan beduk.
Masjid Pathok Negoro mempunyai ciri beratap tajuk dengan tumpang dua. Mahkota masjid juga mempunyai kesamaan yakni terbuat dari tanah liat dan atap masjid terbuat dari sirap. Perbedaan jumlah tumpang menandakan bahwa masjid pathok negoro lebih rendah kedudukannya dibandingkan dengan masjid Agung Yogyakarta yang mempunyai atap tajuk bertumpang tiga. Ciri-ciri lain dari kekhasan masjid Pathok Negoro ini adalah pada masing-masing masjid terdapat kolam keliling, pohon sawo kecik dan terdapat mimbar yang ada di dalam masjid.
Tiang penyangga masjid |
Kayu yang sudah sangat tua |
Dalam perkembangan saat ini, arsitektur tradisional telah banyak mengalami perubahan dan salah satu penyebab semua itu adalah masuknya arsitektur modern di Indonesia. Hal di atas juga berpengaruh terhadap Masjid Pathok Negoro yang ada. Dari kelima masjid yang ada, hanya Masjid Pathok Negoro di Plosokuning saja yang sampai saat ini masih mempertahankan bentuk aslinya.
Pintu gerbang masjid sebelah selatan |
Sejauh apapun jarak yang kau tempuh, selalu sempatkan untuk ke masjid |
Masjid Pathok Negoro Plosokuning |